Aglaonema red sumatera atau juga di sebut pride of sumatera sangat mempesona, warna merah, pink dan hijaunya sungguh indah di pandang, aglaonema yang satu ini sempat sangat fenomenal pada masanya, menurutku sampai saat inipun red of sumatera masih aglaonema yang sangat luar biasa. Tidak pernah ada kata bosen saat setiap kali melihatnya.
Dikutip dari ornamentalplaninfo.blogspot.co.id Lahirnya pride of sumatera menandakan babak baru dalam dunia
aglaonema hibrida. Istilah aglaonema hibrida untuk membedakan
dengan aglaonema spesies yang jumlahnya mencapai 30 jenis. Pride
of sumatera sebetulnya bukan aglaonema hibrida pertama yang dilahirkan
dari persilangan. Pada periode 1980-an, yang banyak dihasilkan
adalah yang tipe daun hijau.
Misalnya ada ciput, sanola, aloet, dan golden fantasi. Dari
Thailand ada sitiporn. Sosok pride yang khas, merah kehijauan
dengan punggung merah tua menyebabkan popularitas pride of sumatera
langsung meroket. Ia melebihi donna carmen yang juga dihasilkan oleh
Greg Hambali.Kehadirannya pada 1985 sangat menggemparkan, sehingga
jejaknya kemudian diikuti penyilang Thailand. Maka lahirlah
butterfly, lady valentine, dud unyamanee, dan red bangkok. Semua berdaun merah mengekor pride of
sumatera. Seperti terselip di balik namanya, aglaonema berdaun
merah menyala itu menjadi kebanggaan, bukan cuma Sumatera, tetapi
juga bagi Indonesia.
Pewaris warna merah adalah induk jantan Aglaonema rotundum. Greg Hambali memperolehnya dari Aryono, eksportir tanaman hias di Jakarta. Rotundum yang
asli Sumatera bagian utara seperti Bukitlawang dan Aceh berdaun
hijau tua. Warna merah darah hanya di permukaan bawah daun. Spesies
yang sama sebetulnya ada di tangan penangkar Thailand sejak 1980. Nurseri Aditya milik Aryono—rutin mengirimkan Aglaonema rotundum ke Bangkok. Tak lama berselang Greg juga mendapat 2 Aglaonema commutatum setinggi
20 cm dari Fajar Martha. Fajar pada 1983 dikenal sebagi
penyilang lili. Ia membeli beberapa biji A commutatum dari
Dowseeds di Singapura. Produsen benih itu mengumpulkan biji sri rejeki
dari Mindanao dan Luzon—keduanya di Filipina selatan. Aglaonema
commutatum sebetulnya juga terdapat di Palu, Sulawesi Tengah dan
Gorontalo.
Sayang, tangkai Aglaonema commutatum domestik terlampau panjang dan
corak daun samar-samar menghilang. Merah muda yang semula menghiasi
tangkai memudar. Kemolekan Aglaonema commutatum milik kita
terkikis. Sudah begitu anakannya berkurang. Ini bukan fitnah!
Jeleknya performa itu akibat pergaulan bebas dengan Aglaonema simplex
yang berdaun hijau polos dan enggan beranak. Lalat menjadi mak
comblang perkawinan mereka. Padahal bunga aglaonema harum karena
mengandung amil asetat.
Nasib Aglaonema commutatum di Filipina lebih baik karena populasi
A simplex tak begitu dominan. Mereka masih mampu menjaga diri untuk
tidak terlampau intim sehingga pergaulan bebas pun terhindari.
Setelah kedua indukan Aglaonema rotundum dan A. commutatum—di
tangan, ahli Botani itu menjodohkan mereka. “Kalau disilang mestinya
hasilnya bagus,” kata pria kelahiran Sukabumi 19 Februari 1949
sebelum melakukan persilangan. Greg terdorong untuk menyilangkan
lantaran tanaman hias itu disenangi orang karena “tahan banting”.
Ia tahan di ruangan berpendingin, cahaya redup, dan kelembapan rendah.
Ketimbang dieffenbachia, misalnya, yang sama-sama anggota famili
Araceae, aglaonema jauh lebih unggul. Getah dieffenbachia gatal dan
anakannya tak sebanyak aglaonema. Populasi anakan jelas menentukan harga jual. Selain itu dieffenbachia bukan asli Indonesia, tetapi imigran asal Amerika selatan. Padahal untuk persilangan,
dibutuhkan indukan dalam jumlah banyak. Karena dieffenbachia dari
negeri seberang maka relatif sulit untuk memperolehnya. dalam
jumlah masal.
Pada penghujung 1982 mulailah Gregori menyilangkan Aglaonema
rotundum dan Aglaonema commutatum. Masing-masing sebagai induk jantan
dan betina. Inilah pengalaman pertamanya dalam menyilang aglaonema.
Greg sebelumnya lebih intens menjadi penghulu caladium dan
alocasia yang masih sekerabat dengan aglaonema. Mereka bertiga
sama-sama anggota famili talas-talasan alias Araceae. Hasil
silangan antara Aglaonema rotundum dan Aglaonema commutatum, diberi
nama precusor. Sosoknya menarik, sayang masih warna hijau. Karena
itulah Greg kemudian menyialang balik dengan 2 induk berbeda. Pertama,
kembali dijodohkan dengan sang ayah, Aglaonema rotundum dan
menghasilkan tanaman berdaun merah menyala. Dialah pride of
sumatera yang langsung mencuat dan menjadi ikon aglaonema lain sampai
sekarang.
Lalu, Greg juga mendaulat Aglaonema brevispathum untuk menjadi induk
jantan. Persilangan ini menghasilkan donna carmen yang tak kalah sohor.
Jadi, boleh dibilang antara pride of sumatera dan dona carmen masih
sepupuan. Dona carmen lalu dititipkan pada nurseri Robby & Kerst di
Bogor pada 1988.